Menggunakan kamera intai, dua peneliti dari University of Massachusetts Amherst, Amerika Serikat, berhasil merekam penampakan kelinci belang Sumatera, yang tergolong sebagai binatang paling langka di dunia. Binatang ini ada kemungkinan hanya bisa ditemukan di Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera.
Foto kelinci langka dan hasil observasi lain dilaporkan oleh kandidat doktor Jennifer McCarthy dan dosen konservasi lingkungan Todd Fuller dalam Oryx, The International Journal of Conservation. Foto pertama kelinci langka itu diambil di Kerinci Seblat pada 1998 dan nyaris tak pernah terlihat lagi sejak saat itu.
“Belum diketahui apakah kelinci itu ada di taman nasional lain, tapi tak terdeteksi,” kata McCarthy. “Perlindungan terhadap dua ‘benteng terakhir’ spesies ini amat penting.”
McCarthy mengatakan, ketika populasi manusia di Sumatera meningkat, kedua taman nasional itu semakin terdesak oleh pembukaan lahan untuk perkampungan, jalan, dan infrastruktur. “Upaya konservasi harus difokuskan pada dua area itu untuk mencegah hilangnya dua populasi kelinci belang Sumatera terakhir,” ujarnya.
Sejak 2008, McCarthy dan Fuller menggelar studi ekologis macan dahan, kucing emas Asia, kucing batu, dan kucing congkok di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Selain riset tentang empat kucing hutan itu untuk disertasinya, McCarthy berencana melanjutkan observasi terhadap kelinci langka ini dan menjalin kerja sama dengan University of Delaware dan Program Indonesia Wildlife Conservation Society. “Kami ingin mengontak setiap peneliti di seluruh Sumatera yang melakukan riset dengan kamera intai, mungkin 20-30 orang untuk mencakup pulau ini.”
McCarthy bertanya apakah para peneliti lain pernah melihat kelinci langka itu dan melaporkan hasilnya dalam laporannya. “Berita besarnya adalah kami memperoleh informasi penampakan kelinci itu di dua taman nasional,” katanya. “Untuk pertama kalinya kamu bisa menunjuk bahwa dua daerah ini ada kemungkinan menjadi tempat terakhir binatang itu bisa ditemukan. Kami tidak mengatakan binatang itu tak ada di tempat lain, tapi kami menekankan pentingnya melestarikan dua daerah itu untuk menyelamatkan mereka.”
Hutan yang menjadi habitat bagi kelinci dan berbagai satwa liar di taman nasional itu menahan tekanan yang terus-menerus dari perkebunan kelapa sawit dan kopi di sekitarnya. McCarthy juga menyatakan taman nasional itu menahan tekanan atas pembukaan jalan yang akan membuka akses manusia, termasuk para pemburu, memasuki kawasan terpencil yang menjadi tempat perlindungan satwa liar. Pada 2000-2009, lebih dari 3,1 juta hektare hutan di Sumatera hilang karena pembukaan lahan.
0 comments:
Post a Comment